Muslim girl's :)

Kamis, 10 Desember 2015

LANDASAN TEOLOGIS DAN FILOSOFIS PENGEMBANGAN KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

LANDASAN TEOLOGIS DAN FILOSOFIS PENGEMBANGAN KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

Makalah
Disusun untuk Memenuhi Tugas Terstruktur
Mata Kuliah Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum
Pada Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) SMT III
Tahun Akademik 2014/2015

Disusun Oleh:
Kelompok 6:
1.    Fiqri Wahid R                       (1414113130)
2.    Syifa Isfandiari                     (1414113159)
3.    Widia Yulianingsih               (1414113162)


Dosen Pengampu:
Drs. H. Nawawi, M.Pd


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN (FITK)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI CIREBON
TAHUN 2015
KATA PENGANTAR


Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah swt.  yang telah memberikan kami kesempatan sehingga dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Dengan segala pertolongan-Nya penyusun dapat menyelesaikannya dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta Nabi Muhammad SAW kepada keluarganya, para sahabatnya, dan umat-umatnya.
Makalah ini memuat tentang “Landasan Teologis dan Filosofis Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam” yang diajukan untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. Makalah ini dibuat agar pembaca dapat memperluas ilmu pengetahuan tentang landasan teologis dan filosofis pengembangan kurikulum PAI.
Penyusun mengucapkan terima kasih kepada bapak Drs. H. Nawawi, M.Pdselaku dosen mata kuliah Fiqih Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum yang telah memberikan kesempatan dan kepercayaan kepada kami untuk menyusun makalah ini dengan baik.
Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas kepada para pembaca khususnya dalam pembahasan landasan teologis dan filosofis pengembangan kurikulum PAI. Penyusun sadar, bahwa makalah yang kami buat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penyusun membutuhkan kritik dan saran dari para pembaca yang sifatnya membangun.



Cirebon, November 2015



                                                                                                  Penyusun
DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR ...................................................................             i
DAFTAR ISI ...................................................................................             ii
BAB I PENDAHULUAN
A.    LatarBelakang........................................................................             1
B.     Rumusan Masalah..................................................................             1
C.     Tujuan....................................................................................             2
BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian Kurikulum dan Landasan....................................             3
B.     Pengembangan Kurikulum PAI.............................................             8
C.     Landasan Teologis Pengembangan Kurikulum PAI..............             9
D.    Landasan Filosofis Pengembangan Kurikulum PAI..............             10
BAB IV PENUTUP
A.    Kesimpulan............................................................................             13
B.     Saran .....................................................................................             14
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................             15






BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Pendidikan Agama Islam merupakan inti dari bidang pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap seluruh pendidikan. Tanpa adanya Pendidikan Agama Islam proses pembelajaran tidak akan berhasil dengan baik, karena dalam pendidikan agama islam mencetak peserta didik berakhlakul karimah dan mentaati segala peraturan perundang undangan di indonesia. Mengingat saat ini banyak dari siswa dan mahasiswa yang bertawuran dan melanggar etika dan juga undang undang Negara, bahkan pelecehan sekssualpun banyak di lakukan oleh remaja yang tak lain semua itu terdiri dari pelajar dan mahasiswa maka dianggap penting adanya pendidikan agama islam masuk sebagai kurikulum dalam pendidikan, khususnya kurikulum PAI di Sekolah, maka penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Penyusunan kurikulum tersebut sama-sama membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam.Penyusunan kurikulum yang tidak didasarkan pada landasan yang kuat dapat berakibat fatal dalam pendidikan.
Agar tujuan dari suatu kurikulum PAI di sekolah dapat benar-benar tercapai, maka perlu adanya suatu pengembangan kurikulum yang berdasarkan pada landasan-landasan serta prinsip-prinsip yang berlaku.Hal ini mengingat bahwa suatu kurikulum tersebut diharapkan dapat memberikan landasan dan menjadi pedoman bagi pengembangan kemampuan siswa secara optimal sesuai dengan tuntutan dan tantangan perkembangan masyarakat serta dapat menjadi siswa yang beriman dan bertakwa.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah pengertian kurikulum dan landasan?
2.      Bagaimana pengembangan kurikulum PAI?
3.      Bagaimana landasan teologis pengembangan kurikulum PAI?
4.      Bagaimana landasan fisiologis pengembangan kurikulum PAI?

C.    Tujuan
1.      Mengetahui pengertian kurikulum dan landasan
2.      Mengetahui pengembangan kurikulum PAI
3.      Mengetahui landasan teologis pengembangan kurikulum PAI
4.      Mengetahui landasan fisiologis pengembangan kurikulum PAI























BAB II
PEMBAHASAN


A.    Pengertian Kurikulum dan Landasan
Kata “kurikulum” berasal dari bahasa yunani yang semula digunakan dalam bidang olahraga.Yaitu currere yang berarti jarak tempuh lari, yakni jarak yang harus ditempuh dalam kegiatan berlari mulai dari start hingga finish.Pengertian ini kemudian diterapkan dalam bidang pendidikan.Dalam bahasa Arab, istilah “kurikulum” diartikan dengan Manhaj, yakni jalan yang terang, atau jalan terang yang dilalui oleh manusia pada bidang kehidupannya.Dalam konteks pendidikan, kurikulum berarti jalan terang yang dilalui oleh pendidik atau guru dengan peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap serta nilai-nilai.[1]
Pada mulanya istilah kurikulum dijumpai dalam dunia statistik pada zaman Yunani kuno, yang berasal dari kata curir  yang artinya pelari, dan  curere yang artinya tempat berpacu atau tempat berlomba. Jadi kurikulum disini berarti suatu jarak untuk perlombaan yang harus ditempuh oleh para pelari.Perkembangan selanjutnya kurikulum dipakai dalam dunia pendidikan dan pengajaran.
Pengertian kurikulum yang dikemukakan oleh para ahli rupanya sangat bervariasi, tetapi dari beberapa definisi itu dapat ditarik benang merah, bahwa di satu pihak ada yang menekankan pada isi pelajaran atau mata kuliah, dan di lain pihak lebih menekankan pada proses atau pengalaman belajar.
Pengertian lama tentang kurikulum lebih menekankan pada isi pelajaran atau mata kuliah, dalam arti sejumlah mata pelajaran atau mata kulih di sekolah atau perguruan tinggi, yang harus ditempuh untuk mencapai suatu ijazah atau tingkat, juga keseluruhan pelajaran yang disajikan oleh suatu lembaga pendidikan (Nasution, 1982).Demikian definisi yang tercantum dalam UU Sisdiknas Nomor 2/1989. Definisi kurikulum yang tercantum dalam UU Sikdinas Nomor 20/2003 dikembangkan ke arah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelengaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu. Dengan demikian, ada tiga komponen yang bermuat dalam kurikulum, yaitu tujuan, isi dan bahan pelajaran, serta cara pembelajaran, baik yang berupa strategi pembelajaran maupun evaluasinya.[2]
Definisi yang dikemukakan oleh Kamil dan Sarhan menekankan pada sejumlah pengalaman pendidikan, budaya, sosial, olahraga, dan seni yang disediakan oleh sekolah bagi para peserta didiknya di dalam luar sekolah, dengan maksud mendorong mereka untuk berkembang menyeluruh dalam segala segi dan mengubah tingkah laku mereka sesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan. Definisi yang senada yang dikemukakan oleh Saylor dan Alexander, bahwa kurikulum adalah segala usaha sekolah atau perguruan tinggi yang bisa menghasilkan atau menimbulkan hasil-hasil belajar yang dikehendaki, apakah di dalam situasi-situasi sekolah ataupun di luar sekolah atau perguruan tinggi.Demikian Olivia yang mendefinisikan kurikulum sebagai rencana atau program yang menyangkut semua pengalaman yang dihayati peserta didik di bawah pengarahan sekolah atau perguruan tinggi.[3] Menurut R. Ibrahim (2005), kurikulum dikelompokkan dalam 3 dimensi, yaitu: kurikulum sebagai substansi, kurikulum sebagai sistem, dan kurikulum sebagai bidang studi. Selain itu, Nana Syaodih Sukmadinata (2005), mengemukakan pengertian kurikulum ditinjau dari 3 dimensi, yaitu kurikulu sebagai ilmu, kurikulum sebagai sistem, dan kurikulum sebaga rencana. Sementara Said Hamid Hasan (1988), berpendapat bahwa pada saat sekarang istilah kurikulum memiliki 4 dimensi pengertian, dimana satu dimensi dengan dimensi lainnya saling  berhubungan. Keempat dimensi kurikulum tersebut yaitu:
1.    Kurikulum sebagai suatu ide atau gagasan
2.    Kurikulum sebagai suatu rencana tertulis yang sebenarnya merupakan perwujudan dari kurikulum sebagai suatu ide.
3.    Kurikulum sebagai suatu kegiatan atau relita atau Implementasi kurikulum.
4.    Kurikulum sebagai suatu hasil yang merupakan konskekuensi dari kurikulum sebagai suatu kegiatan.
Selanjutnya, bila merujuk pada dimensi pengertian yang terakhir, maka dengan mudah dapat mengungkapkan keempat dimens kurikulum tersebut dikaitkan dengan pengertian kurikulum.
1.    Pengertian kurikulum dihubungkan dengan dimensi ide.
           Pengertian kurikulum sebagai diensi yang berkaitan dengan ide pada dasarnya mengandung makna bahwa kurikulum itu adalah sekumpulan ide yang akan dijadikan pedoman dalam pengembangan kurikulum selanjutnya.
2.    Pengertian kurikulum dikaitkan dengan dimensi rencana.
           Makna dari dimensi kurikulum ini adalah sebagai seperangkat rencana dan cara mengadministrasikan tujuan, isi, dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan untuk pedoman penyelenggarakan kegiatan pembelajaran guna mencapai tujuan pendidikan tertentu.
3.      Pengertian kurikulum dikaitkan dengan dimensi aktivitas.
Pengertian kurikulum sebagai dimensi aktivitas memandang kurikulum merupakan segala aktivitas dari guru dan siswa dalam proses pembelajaran di sekolah.
4.      Pengertian kurikulum dikaitkan dengan dimensi hasil.
Definisi kurikulum sebagai dimensi hasil memandang kurikulum itu sangat memperhatikan hasil yang akan dicapai oleh siswa agar sesuai dengan yang telah direncanakan dan yang telah menjadi tujuan dari kurikulum tersebut.[4]

Pengertian kurikulum berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan praktek pendidikan.Dalam pandangan lama kurikulum merupakan sejumlah mata pelajaran yang harus disampaikan oleh guru dan dipelajari oleh siswa.Kurikulum adalah suatu program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai sejumlah tujuan-tujuan pendidikan tertentu.[5]
Ahmad Tafsir mengemukakan kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh atau dipelajari oleh siswa. Lebih luas lagi, kurikulum bukan hanya sekedar rencana pelajaran, tetapi semua yang secara nyata terjadi dalam proses pendidikan di sekolah.[6]
Menurut Haryonto (2011:218) kurikulum merupakan segala kegiatan yang dirancang oleh lembaga pendidikan dan yang disajikan untuk mencapai tujuan pendidikan.Menurut pengertian ini, segala pengalaman yang dialami peserta didik adalah kurikulum. Sebab, kurikulum tidak terbatas hanya pada pengalaman, ruang, dan tempat tertentu,tetapi pada setiap pelajaran yang berlangsung.[7]
Dalam batasan mikro, kurikulum hanya dipahami sebagai mata pelajaran yang diselenggarakan dikelas (sekolah) memiliki konsekuensi pemahaman, yang mana diluar itu tidak termasuk kurikulum sehingga cenderung mengabaikan pengalaman-pengalaman edukatif diluar kelas.  Padahal jika merujuk pada pengertian kurikulum sebagai tatanan ideal dan seprangkat cita-cita agar si terdidik dapat bertindak sikap dan prilaku educated,maka kurikulum dalam arti set of subject mattter, hanyalah merupakan salah satu bagian kecil dari kurikulum.
Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa kurikulum adalah semua kegiatan yang dirancang bagi terdidik untuk mencapai tujuan pendidikan. Pengertian ini jauh lebih luas karena mencakup seluruh kegiatan  intern dan ekstren siswa, baik yang berhubungan langsung dengan mata pelajaran maupun kegiatan-kegiatan lainnya yang menunjang tercapainya tujuan pendidikan.  Dalam menyusun program kurikulum berarti harus sudah mengindetifikasikan kegiatan-kegiatan apa saja yang diperlu dimuat dalam frame pendidikan siswa termasuk interaksi antara anak didik dan pendidik, sesama anak didik, dan antar sekolah dengan masyarakat sekitarnya.[8]
Adapun pengertian landasan Menurut Hornby c. s. dalam “The anvance leaner’s dictionari of current English” mengemukakan definisi landasan sebagai berikut :“faoundation …. that on which an idea or belief rest an underlying principle’s as the foundations of religious belief the basis or starting point…”. Jadi menurut Hornby, landasan adalah suatu gagasan atau kepercayaan yang menjadi sandaran, sesuatu prinsip yang mendasari sesuatu.Contohnya dalam agama Islam yang menjadi landasan utama umat muslim dalam melaksanakan ibadah kepada Allah SWT adalah al-qur’an dan sunnah. Jadi, landasan kurikulum dapat diartikan sebagai suatu gagasan atau prinsip yang bersumber dari kepercayaan dan menjadi sandaran atau pijakan untuk pengembangan kurikulum yang dinamis.
Landasan pengembangan kurikulum memiliki peranan yang sangat signifikan, sehingga apabila kurikulum diibaratkan sebagai sebuah bangunan gedung atau rumah yang tidak menggunakan landasan atau pondasi yang kuat, maka ketika diterpa angin atau terjadi goncangan yang kencang, bangunan tersebut akan mudah roboh. Demikian pula dengan halnya kurikulum, apabila tidak memiliki dasar pijakan yang kuat, maka kurikulum terebut akan mudah terombang-ambing dan yang menjadi taruhannya adalah manusia sebagai peserta didik yang dihasilkan oleh pendidik itu sendiri.
Ada beberapa landasan utama dalam pengembangan suatu kurikulum diantaranya RobertS. zais mengemukakan empat landasan pengembangan kurikulum, yaitu : Philosopy and nature of knowledge, society and culture, the individual dan learning theory.  Sedangkan S. Nasution berpendapat dalam bukunya “ Pengembangan Kurikulum” yaitu asas filosofis yang pada hakikatnya menentukan tujuan umum pendidikan, asas sosiologis yang memberikan dasar untuk menentukan apa yang akan dipelajari sesuai dengan kebutuhan masyarakat, kebudayaan, dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, asas organisatoris yang memberikan dasar-dasar dalam bentuk bagaimana bahan pelajaran itu disusun, bagaimana luas dan urutannya dan asas  psikologis yang memberikan prinsip-prinsip tentang perkembangan anak dalam berbagai aspek serta caranya belajar agar bahan yang disediakan dapat dicernakan dan dikuasai oleh anak sesuai dengan taraf perkembangnnya. 

B.     Pengembangan Kurikulum PAI
Dari beberapa definisi tentang kurikulum tersebut,maka dapat dipahami bahwa pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) dapat diartikan sebagai:
1.      Kegiatan menghasilkan kurikulum PAI.
2.      Proses yang mengaitkan suatu komponen dengan yang lainnya untuk menghasilkan kurikulum PAI yang lebih baik.
3.      Kegiatan penyusunan (desain), pelaksanaan, penilaian, dan penyempurnaan kurikulum PAI.
Dalam realitas sejarahnya, pengembangan kurikulum PAI tersebut ternyata mengalami perubahan-perubahan paradigma, walaupun dalam beberapa hal tertentu pradigma sebelumnya masih tetap dipertahankan hingga sekarang. Hal ini dapat dicermati dari fenomena berikut:
1.      Perubahan dari tekanan pada hafalan dan daya ingatan tentang teks-teks dari ajaran-ajaran agama islam, serta disiplin mental spiritual sebagaimana pengaruh dari Timur Tengah, kepada pemaham tujuan, makna dan motivasi beragama islam untuk mencapai tujuan pembelajaran PAI.
2.      Perubahan dari cara berpikir tekstual, normatif, absolutis, kepada cara berpikir historis, empiris, dan konstektual dalam memahami dan menjelaskan ajaran-ajaran dan nilai-nilai agama Islam.
3.      Perubahan dari tekanan pada produk atau hasil pemikiran keagamaan Islam dari para pendahulunya kepada proses atau metodologinya sehingga menghasilkan produk tersebut.
4.      Perubahan dari pola pengembangan kurikulum PAI yang hanya mengandalkan pada para pakar dalam memilih dan menyusun isi kurikulum PAI  ke arah keterlibatan yang luas dari para pakar, guru, peserta didik, masyarakat untuk mengidentifikasi tujuan PAI dan cara-cara mencapainya.

C.    Landasan Teologis Pengembangan Kurikulum PAI
Hadis Nabi SAW merupakan sumber kedua ajaran Islam sesudah kitab suci al-Qur’an. Semua ayat al-Qur’an diterima oleh para sahabat dari Rasulullah SAW secara mutawatir, ditulis dan dikumpulkan sejak zaman Nabi SAW masih hidup baik fi as-suthur (dalam tulisan) maupun fi ash-shudur (melalui hafalan), serta dibukukan secara resmi sejak zaman Abu Bakar Ash-Shiddiq RA (W.13H), karena itu al-Qur’an bersifat Qath’i al-subut.
Sedangkan Hadis Nabi SAW sebagian besarnya tidak diriwayatkan secara mutawatir.Pembukuannya secara resmi baru dilakukan pada zaman Khalifah ‘Umar bin ‘Abdul Aziz al-Umawiy (99/717-101/720), oleh karena itu Hadis bersifat dhann al-wurud.Tentunya untuk mengetahui orisinalitas dan kualitas sebuah Hadis, membutuhkan ilmu Hadis, baik ilmu Hadis Riwayah maupun Ilmu Hadis Dirayah.
Hadis sebagai sumber ajaran Islam yang kedua setelah al-Qur’an, merupakan sarana fungsionalis untuk menggali konsep kurikulum pendidikan Islam.Kurikulum merupakan salah satu komponen yang sangat menentukan dalam sistem pendidikan, karena kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan sekaligus sebagai pedoman dalam pelaksanaan pendidikan pada semua jenjang tingkat pendidikan.Kurikulum yang baik dan relevan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan Islam adalah yang bersifat integral dan komprehensif serta menjadikan al-Qur’an dan Hadits sebagai sumber utama dalam penyusunannya.
Dalam mengembangkan kurikulum selain berlandaskan pada al-QurĂ¡n dan Hadits juga berlandaskan pada Pancasila terutama sila ke satu “Ketuhanan Yang Maha Esa”.Di Indonesia menyatakan bahwa kepercayaan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing individu.Dalam kehidupan, dikembangkan sikap saling menghormati dan bekerjasama antara pemeluk-pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda, sehingga dapat terbina kehidupan yang rukun dan damai.

D.    Landasan Filosofis Pengembangan Kurikulum PAI
Pendidikan berintikan interaksi antar manusia, terutama antara pendidik dan peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan.Di dalam interaksi tersebut terlibat isi yang diinteraksikan serta bagaimana interaksi tersebut berlangsung. Apakah yang menjadi tujuan pendidikan, siapa pendidik dan peserta didik, apa isi pendidikan dan bagaimana proses interaksi pendidikan tersebut, merupakan pertanyaan-pertanyaan yang membutuhkan jawaban yag mendasar, yang esensial yaitu jawaban-jawaban filosofis.
Secara harfiah filosofis (filsafat) berarti “cinta akan kebijaksanaan” (love of wisdom). Orang belajar berfilsafat agar ia menjadi orang yang mengerti dan berbuat secara bijak. Untuk dapat mengerti kebijakan dan berbuat secara bijak, ia harus tahu atau berpengetahuan. Pengetahuan tersebut diperoleh melalui proses berpikir, yaitu berfikir secara sistematis, logis, dan mendalam. Pemikiran demikian dalam berfilsafat sering disebut sebagai pemikiran radikal, atau berpikir sampai ke akar-akarnya (radic berarti akar).Filsafat mencakup keseluruhan pengetahuan manusia, berusaha melihat segala yang ada ini sebagai satu kesatuan yang menyeluruh dan mencoba mengetahui kedudukan manusia di dalamnya.Sering dikatakan dan sudah menjadi terkenal dalam dunia keilmuan bahwa filsafat merupakan ibu dari segala ilmu, pada hakikatnya filsafat jugalah yang menentukan tujuan umum pendidikan.
Berdasarkan luas lingkup yng menjadi objek kajiannya, filsafat dapat dibagi dalam dua cabang besar, yaitu filsafat umum atau filsafat murni dan filsafat khusus atau terapan, sedangkan filsafat umum juga terbagi menjadi tiga bagian lagi yaitu :
1.      Metafisika, membahas hakikat kenyataan atau realitas yang meliputi metafisika umum atau ontology, dan metafisika khusus yang meliputi kosmologi (hakikat alam semesta), teologi (hakikat ketuhanan) dan antropologi filsafat (hakikat manusia).
2.      Epistemologi dan logika, membahas hakikat pengetahuan (sumber pengetahuan, metode mencari pengetahuan, kesahihan pengetahuan, dan batas-batas pengetahuan) dan hakikat penalaran (deduktif dan induktif).
3.      Aksiologi, membahas hakikat nilai dengan cabang-cabangnya etika (hakikat kebaikan), dan estetika (hakikat keindahan).
Dalam aspek filosofis pendidikan agama Islam telah memberikan landasan filosofis  antara lain  secara  epistimologis dan  aksilogis.
Pendidikan Agama Islam pada taran filosofis adalah kajian filosofis terhadap hakekat pendidikan agama Islam yang dibahas dalam bidang ilmu filsafat pendidikan Islam, yang dibahas secara mendalam, mendasar, sistematis, terpadu, logis, menyeluruh serta universal yang tertuang atau tersusun ke dalam suatu bentuk pemikiran atau konsepsi sebagai suatu sistem.
Pendidikan Agama Islam pada tataran epistimologis ialah kajian ilmiah terhadap konsep dan teori Pendidikan Islam yang dibahas dalam bidang  ilmu pendidikan Islam yang membahas tentang seluk-beluk pendidikan Islam
Pendidikan Agama Islam pada tataran aksiologis sebagaimana Muhaimin mengutip dari Tafsir (2004), ialah pendidikan agama Islam (PAI) yang dibakukan sebagai nama kegiatan mendidik agama Islam. PAI sebagai mata pelajaran seharusnya dinamakan “Agama Islam”, karena yang diajarkan adalah agama Islam, bukan pendidikan agama Islam. Namun kegiatannya atau usaha-usaha dalam mendidikan agama Islam disebut sebagai PAI. Karena “pendidikan” ini ada pada dan mengikuti setiap mata pelajaran. Karena pada tataran aksiologis, realitas keberadaan pendidikan agama Islam di sekolah umum di Indonesia dilaksanakan di bawah kontrol kebijakan politik pemerintah, maka tujuan  pendidikan agama Islam dirancang oleh pemerintah untuk mencapai tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia yang disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan sosio-politik dan dinamika perkembangan budaya dan keberagamaan masyarakat Indonesia.

















BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan
1.      Kurikulum adalah semua kegiatan yang dirancang bagi terdidik untuk mencapai tujuan pendidikan. Pengertian ini jauh lebih luas karena mencakup seluruh kegiatan  intern dan ekstren siswa, baik yang berhubungan langsung dengan mata pelajaran maupun kegiatan-kegiatan lainnya yang menunjang tercapainya tujuan pendidikan. Adapun pengertian landasan Menurut Hornby c. s. dalam “The anvance leaner’s dictionari of current English” mengemukakan definisi landasan sebagai berikut :“faoundation …. that on which an idea or belief rest an underlying principle’s as the foundations of religious belief the basis or starting point…”. Jadi menurut Hornby, landasan adalah suatu gagasan atau kepercayaan yang menjadi sandaran, sesuatu prinsip yang mendasari sesuatu.
2.      Pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) dapat diartikan sebagai:
4.      Kegiatan menghasilkan kurikulum PAI.
5.      Proses yang mengaitkan suatu komponen dengan yang lainnya untuk menghasilkan kurikulum PAI yang lebih baik.
6.      Kegiatan penyusunan (desain), pelaksanaan, penilaian, dan penyempurnaan kurikulum PAI.
3.      Dalam mengembangkan kurikulum selain berlandaskan pada al-QurĂ¡n dan Hadits juga berlandaskan pada Pancasila terutama sila ke satu “Ketuhanan Yang Maha Esa”.Dalam kehidupan, dikembangkan sikap saling menghormati dan bekerjasama antara pemeluk-pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda, sehingga dapat terbina kehidupan yang rukun dan damai.
4.      Dalam aspek filosofis pendidikan agama Islam telah memberikan landasan filosofis  antara lain  secara  epistimologis dan  aksilogis.Pendidikan Agama Islam pada taran filosofis adalah kajian filosofis terhadap hakekat pendidikan agama Islam yang dibahas dalam bidang ilmu filsafat pendidikan Islam, yang dibahas secara mendalam, mendasar, sistematis, terpadu, logis, menyeluruh serta universal yang tertuang atau tersusun ke dalam suatu bentuk pemikiran atau konsepsi sebagai suatu sistem.

B.     Saran
1.      Untuk meningkatkan pemahaman tentang pengertian kurikulum dan landasan penyusun menyarankan agar pembaca mencari lebih lanjut rijukan yang dipakai oleh penyusun.
2.      Untuk meningkatkan pengembangan kurikulum PAI, penyusun menyarankan agar pembaca tidak hanya mengetahui teorinya saja tetapi pembaca disarankan agar mengimplementasikannya ke dalam kegiatan belajar mengajar.
3.      Untuk menambah wawasan pemahaman landasan teologis pengembangan kurikulum PAI, penyusun menyarankan agar pembaca memperdalam tujuan pendidikan dalam kehidupan beragama yang berlandaskan pada Qur’an dan Hadits.
4.      Utnuk menambah wawasan pemahaman tentang landasan filosofis pengembangan kurikulum PAI, penyusun menyarankan agar pembaca memperdalam tujuan pendidikan agama Islam secara epistemologis dan aksiologis serta mengimplementasikannya.





DAFTAR PUSTAKA


Abdurrahmansyah.2009.Teori Pengembangan Kurikulum dan Aplikasi.Palembang: Grafindo Press.
Al-Fandi,Haryanto.2011.Desain Pembelajaran yang Demokratis dan Humanis.Jogyakarta: AR-RUZZ MEDIA.
Arifin, Zainal. 2013.Konsep Model Pengembangan Kurikulum.Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Muhaimin.2012.Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam.Jakarta: Rajawali Pers.
Rusmaini. 2011.Ilmu Pendidikan. Palembang: CV. Grafika Telindo.
Tafsir, Ahmad. 2002.Metodologi Pengajaran Agama Islam.Bandung: Remaja Rosdakarya.













[1] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam,(Jakarta: Rajawali Pers, 2012),hlm. 1.
[2]Ibid.,hlm. 2.
[3]Ibid.,hlm. 3.
[4] Zainal Arifin, Konsep Model Pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013), hlm 8-12.
[5] Rusmaini, Ilmu Pendidikan, (Palembang: CV. Grafika Telindo, 2011), hlm. 128.
[6] Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), hlm.53.
[7] Haryanto Al-Fandi, Desain Pembelajaran yang Demokratis dan Humanis, cet. Ke-1, (Jogyakarta: AR-RUZZ MEDIA, 2011), hlm.218
[8] Abdurrahmansyah, Teori Pengembangan Kurikulum dan Aplikasi, cet. Ke-2, (Palembang: Grafindo Press, 2009), hlm. 39-40.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar