Muslim girl's :)

Sabtu, 28 November 2015

LANDASAN TEORITIS DAN SOSIOLOGIS DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)

LANDASAN TEORITIS DAN SOSIOLOGIS DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM
PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM (PAI)
Disusun untuk Memenuhi Tugas Struktur pada Mata Kuliah
Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum

Dosen: Drs. H. Nawawi, M. Pd

Disusun Oleh:
Kelompok 7 (PAI-D/III)
Diena Hanifatul Maula (1414113125)
Rahman Raflin              (1414113149)
Safitri                            (1414113152)



FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN(FITK)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI CIREBON
2015
KATA PENGANTAR


Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini tepat waktu. Sholawat dan salam kami sampaikan kepada Rasulullah SAW yang senantiasa menjadi panutan dan inspirator bagi kami karena ahlaknya yang agung.
Penyusunan makalah dari awal hingga akhir didukung oleh berbagai pihak. Untuk itu kami mengucapkan terima kasih kepada Drs.H. Nawawi, M. Pd sebagai dosen mata kuliah Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum dan semua pihak yang membantu penyusunan makalah ini.
Makalah ini disusun sebagai bagian dari tugas terstruktur mata kuliah Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum dan untuk memahami landasan teoritiis dan sosiologis dalam pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI).
Saran dan kritik kami harapkan dari para pembaca agar makalah ini lebih baik lagi. Semoga makalah ini bermanfaat untuk diri penulis dan pembaca.



Cirebon,  November 2015


Penulis





DAFTAR ISI

Halaman Judul...............................................................................................         i
Kata Pengantar...............................................................................................        ii
Daftar Isi........................................................................................................        iii
BAB I. PENDAHULUAN ..........................................................................            1
A.    Latar Belakang.............................................................................        1
B.     Rumusan Masalah........................................................................        1
C.     Tujuan Penulisan..........................................................................        2
BAB II. PEMBAHASAN.............................................................................        3
A.    Definisi Kurikulum, Pengembangan Kurikulum, dan Landasan Pengembangan Kurikulum...........................................................                                 4
B.     Landasan Teoritis dan Landasan Sosiologis dalam Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI).............................................................................................            10
BAB III. KESIMPULAN.............................................................................           22
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................           23











BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Kurikulum merupakan jalur yang telah terpetakan dalam cita-cita nasional pendidikan agar peserta didik dapat hidup sesuai dengan nilai yang ada pada masyarakat. Peserta didik dibekali dengan ilmu pengetahuan agama, moral, dan keterampilan yang tentunya sesuai dengan standar kebutuhan yang akan siap menjawab problematika global dan kehidupan masyarakat. Namun, kenyataan ini belum sepenuhnya merata dari mutu pendidikan umum dan pendidikan agama yang sesuai tujuan dan harapan. Oleh karena itu, mutu pendidikan menjadi salah satu problematika yang selalu mengiringi eksistensi pendidikan itu sendiri, hal ini dapat dinilai terkait dengan kurikulum yang ditempuh dalam suatu lembaga pendidikan, khususnya lembaga pendidikan Islam yang sebagian besar selama ini menjadi sorotan.
Landasan-landasan pengembangan kurikulum (curriculum development) di Indonesia pada umumnya dilakukan suatu pengembangan kurikulum yang hanya mengacu pada perspektif yang sama dalam artian tinjauan yang dirumuskan pemerintah melalui Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah yang secara eksplisit menggelobal (bersifat makro). Dengan demikian, lembaga-lembaga pendidikan Islam tertantang untuk melakukan suatu terobosan baru dalam mengembangkan suatu kurikulum. Oleh karena itu, diperlukan suatu pemahaman mendalam mengenai landasan-landasan dalam pengembangan kurikulum agar pengembangan lebih lanjut memiliki orientasi nyata dalam menghadapi tantangan global.
Berkaitan dengan pentingnya landasan pengembangan kurikulum sebagai pijakan pengembangan kurikulum, termasuk kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI),maka makalah ini disusun untuk menjelaskan landasan-landasan pengembangan kurikulum, yaitu landasan teoritis dan sosiologis dalam pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI).

B.     Rumusan Masalah
1.    Apakah definisi kurikulum, pengembangan kurikulum, dan landasan pengembangan kurikulum?
2.    Bagaimanakah landasan teotitis dan landasan sosiologis dalam pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI)?

C.    Tujuan Penulisan
1.    Mengetahui definisi kurikulum, pengembangan kurikulum, dan landasan pengembangan kurikulum
2.    Mengetahui landasan teoritis dan landasan sosiologis dalam pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI)

















BAB II
PEMBAHASAN

A.  Definisi Kurikulum, Pengembangan Kurikulum, dan Landasan Pengembangan Kurikulum
1.        Definisi Kurikulum
Kurikulum merupakan niat dan harapan yang dituangkan dalam bentuk rencana atau program pendidikan untuk dilaksanakan oleh guru di sekolah. Isi kurikulum adalah pengetahuan ilmiah, termasuk kegiatan dan pengalaman belajar, yang disusun sesuai dengan taraf perkembangan siswa. Kurikulum akan mempunyai arti dan fungsi untuk mengubah siswa apabila dilaksanakan dan ditransformasikan oleh guru kepada siswa dalam suatu kegiatan yang disebut proses belajar mengajar. Dengan kata lain proses belajar mengajar adalah operasionalisasi dari kurikulum[1].
S.Nasution mendefinisikan kurikulum adalah sesuatu yang direncanakan sebagai pegangan guna mencapai tujuan pendidikan. Apa yang direncanakan biasanya bersifat ide, suatu cita-cita tentang manusia atau warga negara yang akan dibentuk[2].Dalam Undang-Undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 pada pasal 1 dijelaskan kurikulum  yaitu seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu[3]. Singkatnya, Subandijah dalam pengantarnya, memandang kurikulum adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan[4].
Tinjauan kurikulum seperti yang telah diuraikan di atas lebih terformat dan menekankan pada mata pelajaran dan isi pelajaran atau dapat dikatakan mata pelajaran yang harus ditempuh dan diikuti oleh siswa (anak didik) untuk kenaikan jenjang kelas dan memperoleh ijazah. Sedangkan dengan pendekatan yang dikemukakan oleh Hilda Taba yaitu “Curriculum is after all, a way of preparing young people to participate a productive members af our culture”[5],−kurikulum merupakan metodologi untuk mempersiapkan manusia agar dapat berpartisipasi aktif sebagai anggota masyarakat yang produktif dari suatu budaya. Pendapat tersebut tentunya berlaku pada lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat pada umumnya.
Dalam perspektif pendidikan Islam, kurikulum merupakan materi yang diajarkan oleh guru kepada siswa yang tersusun secara sistemik dengan yang hendak dicapai yaitu tujuan pendidikan Islam. Dalam konteks pendidikan kurikulum, (manhaj) sebagai jalan terang yang dilalui oleh pendidik atau guru latih dengan orang-orang yang dilatihnya untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap mereka serta nilai-nilai[6].
Kurikulum adalah suatu kelompok pelajaran dan pengalaman yang diperoleh si pelajar dibawah bimbingan sekolah. Atau suatu perangkat mata kuliah mengenai bidang keahlian khusus. Atas dasar ini kurikulum mencakup rancangan tentang pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam ilmu pengetahuan, serta metode yang digunakan untuk menyampaikan ilmu pengetahuan tersebut. Jadi kurikulum mengandung dua sisi yaitu; mata pelajaran (ilmu pengetahuan itu sendiri) dan sistem/metode penyampaian pelajaran tersebut[7].
Dalam Islam, kurikulum pendidikan harus berdasarkan akidah Islam[8]. Sebab apabila akidah Islam sudah menjadi asas yang mendasari bagi kehidupan seorang muslim, asas bagi negaranya, asas bagi hubungan antar sesama muslim, asas bagi aturan dan masyarakat umumnya maka seluruh pengetahuan yang diterima oleh seorang muslim harus berdasarkan akidah Islam pula, hal itu berupa pengetahuan yang berkaitan dengan kehidupan pribadi, hubungan antar sesama muslim, masalah-masalah politik dan kenegaraan, atau masalah apapun yang ada kaitannya dengan kehidupan dunia dan kehidupan akhirat.
Dari beberapa pengertian kurikulum tersebut, hal ini dapat diketahui bahwa kurikulum idealnya merupakan alat atau pemandu “peta dan kompas”dalam pendidikan yang termuat komponen-komponen sistematis dan fleksibel baik yang dijalankan oleh guru dan peserta didik guna mencapai tujuan pendidikan baik tujuan jangka pendek maupun tujuan jangka panjang (tujuan pendidikan Islam), dengan berkembang secara kontinyu sesuai dinamika dalam suatu masyarakat[9].
Dengan demikian rambu-rambu dan tujuan dalam pelaksanaan pembelajaran pada suatu lembaga pendidikan diatur melalui kurikulum. Kurikulum menjadi inti dan kunci kesuksesan maupun kegagalan suatu pendidikan yang diperankan oleh pendidik/guru, oleh karena itu dalam penyusunan kurikulum diperlukan sebuah ketelitian guna menghasilkan mutu (out put) pendidikan sebagaimana yang diharapkan.
Dari definisi di atas menguraikan empat unsur atau aspek utama dalam kurikulum yaitu[10]: Pertama. Tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh pendidikan itu, Kedua, Pengetahuan (knowledge), informasi-informasi, data-data, aktifitas-aktifitas dan pengalaman-pengalaman dari mana terbentuk kurikulum itu, Ketiga, Metode dan cara-cara mengajar yang dipakai oleh guru-guru untuk mengajar dan mendorong murid-murid belajar dan membawa mereka kearah yang dikehendaki oleh kurikulum, Keempat, metode dan cara penilaian yang digunakan dalam mengukur dan menilai kurikulum dan hasil proses pendidikan yang direncanakan dalam kurikulum.
2.      Definisi Pengembangan Kurikulum
Dari definisi kurikulum di atas, dapat pula ditelaah makna pengembangan kurikulum yakni suatu proses penyusunan rencana tentang isi dan bahan pelajaran yang harus dipelajari serta bagaimana cara mempelajarinya. David Pratt memberikan pengertian bahwa pengembangan kurikulum adalah proses atau kegiatan yang disengaja dan dipikirkan untuk menghasilkan sebuah kurikulum sebagai pedoman dalam proses dan penyelenggaraan pembelajaran oleh guru di sekolah[11].
Pengembangan kurikulum adalah suatu proses yang menentukan bagaimana pembuatan kurikulum akan berjalan[12].Adapun prinsip pengembangan kurikulum didasarkan pada prinsip relevansi, prinsip fleksibilitas, prinsip kontinuitas, prinsip efektifitas (mencapai tujuan), prinsip efisiensi (sesuai kondisi), dan prinsip praktis (dapat digunakan oleh siapa saja)[13].
Dengan demikian, kurikulum yang merupakan suatu acuan yang digunakan menuju tercapainya tujuan pendidikan tidak hanya berdasar pada satu konsep kurikulum akan tetapi diperlukan suatu pengembangan sehingga mengalami sistematisasi melengkapi kekurangan yang ada dengan tetap mempertimbangkan berbagai aspek prinsip pengembangan kurikulum.
3.        Definisi Landasan Pengembangan Kurikulum
Landasan merupakan pokok, pondasi atau dasar dalam membangun sesuatu demikian halnya kurikulum pendidikan, membangun sebuah kurikulum pendidikan tentunya memiliki landasan yang kokoh sehingga implementasi, arah dan tujuan dari pendidikan tersebut jelas dan bertahan lama[14].
Siregar dan Nara dalam Rahmat Raharjo, menjelaskan bahwa landasan adalah:a) sebuah fondasi yang diatasnya dibangun sebuah bangunan, b) pikiran-pikiran abstrak yang dijadikan titik tolak atau titik berangkat bagi pelaksanaan suatu kegiatan, c) pandangan-pandangan abstrak yang telah teruji, yang dipergunakan sebagai titik tolak dalam penyusunan konsep, melaksanakan konsep, dan mengevaluasi konsep.
 Rahmat Raharjo sendiri memandang landasan pengembangan kurikulum sebagai suatu gagasan, asumsi, atau prinsip yang menjadi sandaran atau titik tolak dalam mengembangkan kurikulum dengan tetap mempertimbangkan landasan filosofi, landasan yuridis, landasan psikologi, landasan sosiologis, serta landasan empiris, ilmu pengetahuan dan tekhnologi[15].
Oleh karena itu, dalam pengembangan kurikulum pendidikan perlu didasari oleh landasan sebagai pondasi pokok dalam merumuskan suatu kurikulum. Landasan kurikulum akan memberikan arah pendidikan terkait dengan aspek-aspek tertentu sesuai dengan pandangan suatu negara atau bangsa terhadap cita-cita dan tujuan pendidikannya.
Di Indonesia, landasan pengembangan kurikulum ini disesuaikan pula dengan keadaan yang ada. Oleh karena itu, pengembangan kurikulum merupakan bagian dari strategi manajemen pendidikanuntuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan[16].Dalam Peraturan Pemerintah No.32 Tahun 2013 Bab XIA pasal 77A termuat kerangka dasar yang berisi landasankurikulum yang ditetapkan pemerintah yaitu landasan filosofis, sosiologis, psikopedagogis, dan yuridisdalam standar nasional pendidikan[17].


B.  Landasan Teoritis dan Landasan Sosiologis dalam Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI)
Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional[18]. Mengingat pentingnya peranan kurikulum dalam pendidikan, maka dalam rangka melayani harapan masyarakat kurikulum harus disesuaikan dengan perkembangan zaman dengan melakukan perubahan dan penyempurnaan secara berkelanjutan.
Untuk itu, dalam penyusunan kurikulum diperlukan landasan yang kuat dan kokoh dengan mendasarkan pada hasil pemikiran-pemikiran dan penelitian secara mendalam sebagai hasil kerja intelektual yang dilakukan secara teliti dan sistematis terhadap praktek pendidikan sehingga sejalan dengan apa yang menjadi tujuan[19]. Beberapa landasan tersebut di antaranya:
1.        Landasan Teoritis Pengembangan Kurikulum
Landasan teoritis merupakan landasan yang menjadi arahan dalam pengembangan kurikulum. Misalnya, landasan teoritis kurikulum 2013 menurut Permendikbud No. 68 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasan dan Struktur Kurikulum SMP/MTS, kurikulum 2013 dikembangkan atas teori “pendidikan berdasarkan standar” (standard-based education), dan teori kurikulum berbasis kompetensi (competency-based curriculum). Pendidikan berdasarkan standar menetapkan adanya standar nasional sebagai kualitas minimal warganegara yang dirinci menjadi standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Kurikulum berbasis kompetensi dirancang untuk memberikan pengalaman belajar seluas-luasnya bagi peserta didik dalam mengembangkan kemampuan untuk bersikap, berpengetahuan, berketerampilan, dan bertindak[20].
Kurikulum 2013 menganut: (1) pembelajaan yang dilakukan guru (taught curriculum) dalam bentuk proses yang dikembangkan berupa kegiatan pembelajaran di sekolah, kelas, dan masyarakat; dan (2) pengalaman belajar langsung peserta didik (learned-curriculum) sesuai dengan latar belakang, karakteristik, dan kemampuan awal peserta didik. Pengalaman belajar langsung individual peserta didik menjadi hasil belajar bagi dirinya, sedangkan hasil belajar seluruh peserta didik menjadi hasil kurikulum.
2.        Landasan Sosiologis Pengembangan Kurikulum
Landasan sosiologis pengembangan kurikulum adalah asumsi-asumsi yang berasal dari sosiologi yang dijadikan titik tolak dalam pengembangan kurikulum[21]. Landasan sosiologis (sociological foundation)sangat berkenaan dengan kebutuhan, perkembangan dan karakteristik suatu masyarakat yang mengalami suatu proses sosial dan mempertimbangkan pola-pola interaksi suatu masyarakat yang mengalami dinamika dalam proses sosial.
Suatu kurikulum pada prinsipnya mencerminkan keinginan, cita-cita tertentu dan kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, sudah sewajarnya jika pendidikan memperhatikan aspirasi masyarakat dan pendidikan mesti memberi jawaban atas tekanan-tekanan yang datang dari kekuatan sosio-politik-ekonomi yang dominan[22].
Masyarakat sendiri adalah suatu sistem, yang di dalamnya ada beberapa subsistem yang berjenjang secara struktural, mulai dari subsistem kepercayaan, nilai, dan subsistem kebutuhan. Subsitem-subsistem tersebut mempunyai korelasi yang saling terkait. Masyarakat sebagai sistem mampu memengaruhi proses pendidikan, oleh karenanya, masyarakat harus dipertimbangkan dalam penyusunan sebuah kurikulum.
Oleh karena itu, dalam mengambil suatu keputusan mengenai kurikulum, para pengembang mesti merujuk pada lingkungan atau dunia di mana mereka tinggal, merespon berbagai kebutuhan yang dilontarkan atau diusulkan oleh beberapa golongan dalam masyarakat dan memahami tuntutan pencantuman nilai-nilai falsafah pendidikan bangsa dan berkait dengan falsafah pendidikan yang berlaku[23].
Para pengembang kurikulum itu sendiri hendaknyamempelajari dan memahami kebutuhan masyarakat sebagaimana dirumuskan dalam Undang-undang, peraturan, keputusan pemerintah dan  menganalisis masyarakat di mana sekolah berada, menganalisis syarat, dan tuntutan terhadap tenaga kerja,  menginterpretasi kebutuhan individu dalam ruang lingkup kepentingan masyarakat[24].
Kebutuhan masyarakatperlu dipilah-pilah, disaring, dan diseleksi. Agar kebutuhan itu menjadi suatu keputusan dalam pengembangan kurikulum, maka tugas pengembangan kurikulum pun sangat kompleks. Abdullah Idi mengutip Abu Ahmad dan Nur Uhbiyati, kompleksnya kehidupan dalam masyarakat disebabkan karena[25];a) dalam masyarakat terdapat tata kehidupan yang beraneka ragam, b) kepentingan antar-individu berbeda-beda, dan c) masyarakat selalu mengalami perubahan dan perkembangan.
Berkaitan dengan hal tersebut, kurikulum sedapat mungkin dibangun dan dikembangkan dengan tetap merujuk pada asas kemasyarakatan sekaligus dengan kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, pengembangan kurikulum dalam landasan sosiologisnya dipengaruhi oleh kekuatan sosial, kemajuan IPTEK, perubahan pola hidup dan perubahan sosial politik[26].
Dari pembahasan di atas, dapat diketahui bahwa landasan pengembangan kurikulum merupakan titik tolak sekaligus titik sampai. Titik tolak berarti pengembangan kurikulum dapat didorong oleh pembaharuan tertentu seperti penemuan teori belajar yang baru dan perubahan tuntutan masyarakat terhadap fungsi sekolah. Titik sampai berarti masyarakat harus dikembangkan sedemikian rupa sehingga dapat merealisasi perkembangan tertentu, seperti kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, tuntutan-tuntutan sejarah masa lalu, perbedaan latar belakang murid, dan tuntutan-tuntutan kultur tertentu[27].
Landasan-landasan tersebut sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, eksistensinya merupakan suatu karakteristik negara Indonesia sendiri. Hal tersebutdiwujudkan dalam kebijakan pemerintah sepanjang sejarah pendidikan nasional yang melahirkan perubahan kurikulum dari masa kemasa yang jelas memiliki orientasi berbeda sesuai dengan pola pikir masing-masing pemegang kebijakan pendidikan.
Landasan sebagai kerangka konseptual turut memberikan dorongan terhadap pola pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam. Landasan pengembangan kurikulum memiliki muatan-muatan yang saling terintegrasi sehingga saling melengkapi satu sama lain. Dengan demikian, PAI tidak hanya penting pada landasan utama yaitu pada akar fundamentalnya sebagai konseptual semata, tetapi PAIdalam kurikulumnya penting dalam mengikuti ritme global dan dinamika masyarakat yang kian berkembang dan penuh tantangan. Sehingga, dengan keterpaduan landasan pengembangan kurikulum menjadikan PAI memiliki kekuatan kurikulum dan berbeda dengan mata pelajaran lainnya.
Islam merupakan agama yang universal, menjangkau aspek kehidupan manusia sepanjang zaman. Agama Islam yang rahmatan lil alamin menempatkan posisinya pada berbagai aspek ilmu pengetahuan yang dalam orientasinya mengarahkan manusia untuk memaksimalkan potensi ilmunya dan kehidupannya untuk kemaslahatan umat manusia di muka bumi, baik dalam memaksimalkan potensi sistem yang berlaku dalam kehidupan secara umum maupun sistem dalam pendidikan secara khusus.
Dilain hal, Abdurrahman Saleh Abdullah[28] menyebutkan bahwa Islam menolak dualisme sistem kurikulum dan sekularisme. Keberadaan sistem pendidikan yang berbeda, akan mengakibatkan dualisme ilmu pengetahuan yang terdapat pada kurikulum pendidikan. Sehingga, materi-materi pendidikan yang ditransformasikan itu menjadi tanpa bentuk. Akibat yang berbahaya  mengenai dualisme pendidikan yaitu adopsi sekularisme yang bertentangan dengan pandangan Islam.
Pandangan ini pun tidak salah jika mengupayakan adopsi sekularisme dalam kurikulum pendidikan agama Islam, sebab dari konsistensinya dengan asas-asas pokok Islam sebenarnya sangat memungkinkan. Sebagaimana diungkapkan oleh Hasan dalam Abdurrahman Saleh Abdullah, dalam hal ini,para sarjana muslim berpendapat bahwa sekuler Barat mengadakan pendekatan dengan tidak mengisyaratkan makna penyebaran agama bagi kaum Kristiani, bukan juga anti-Islam, melainkan lebih melengkapi instrumen yang diperlukan bagi perkembangan sosial dan kemajuan ekonomi bangsa[29].  Menurut mereka, sekularisme tidak selalu memiliki misi yang buruk (orientasi sekuler).
Meskipun demikian, yang terpenting dalam pendidikan agama Islam adalah perlunya mempertahankan nilai-nilai dan tujuan pendidikan yang sebenarnya, yakni dengan menyatukan muatan-muatan positif dari konsep-konsep pendidikan yang sekuler sebagai pendukung kekuatan dalam kurikulum pendidikan agama Islam. Selain itu, Mastuhujuga menyarankan bahwa sebaiknya masing-masing penyelenggara pendidikan merencanakan kurikulumnya sendiri sesuai dengan pandangannya, namun harus tetap dalam rambu-rambu kebangsaan, kebernegaraan, dan sesuai dengan tantangan kehidupan lokal dan global[30].
Pendidikan Islam sebagai bagian dari pendidikan nasional, landasan dalam kurikulum tersebut sangat tidak berlebihan jika landasan-landasan ini saling terpadu dan melengkapi sehingga merupakan hal yang utama dalam penyusunan dan pengembangan kurikulum PAI, hal ini tentunya diharapkan berimplikasi nyata pada mutu PAI sendiri. Bagi bangsa Indonesia dengan suku dan agama yang begitu plural, masyarakatnya mayoritas beragama Islam demikian halnya banyaknya lembaga-lembaga pendidikan Islam, kurikulum-kurikulum yang dipergunakan selalu menjadi tinjauan seiring dengan perkembangan global sehingga dalam PAI tantangan sangat kompleks. Oleh karena itu, dengan menelaah landasan kurikulum diawal, maka dalam pengembangan-pengembangan kurikulum PAI di lembaga-lembaga pendidikan penting mempertimbangkan beberapa hal diantaranya yaitu:
Pertama, kurikulum pendidikan agama Islam (PAI) harus memberikan rambu-rambu sesuai asas agama Islam, mengarahkan pendidikan ditengah iringan global yang sesuai asas fundamentalnya sebagai hal yang utama melalui landasan organisnya yaitu Al-Qur’an dan Hadis.
Kedua, Nilai-nilai agama Islam yang sesuai dengan karakter budaya lokal tidak dapat dilepaskan dalam kurikulum PAI sehingga menjadi sebuah rangkaian yang utuh dalam pendidikan guna tercapainya tujuan pendidikan nasional.
Ketiga, pentingnya integratif, yaitu aspek landasan secara keseluruhan hendaknya saling terpaut, terpadu sehingga menjadi suatu kekuatan kurikulum menuju tercapainya tujuan pendidikan pada umumnya dan pendidikan Islam khususnya.
Keempat, mengingat adanya pergeseran nilai dan karakter generasi bangsa yang kian memudar, maka dalam suatu pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) hendaknya menjadikan aspek pendidikan nilai (value education), seperti karakterdan moral, sebagai suatu tumpuan sekaligus muatan utama dalam kurikulum pendidikan pada umumnya dan PAI pada khususnya.
Kelima, kesenjangan dalam realitas masyarakat serta pendidikan Islam selama ini yang orientasinya dihadapkan pada nilai-nilai teologis masa lampau, sedangkan kehidupan masyarakat ada pada realitas kekinian (modern) dan jangka panjang, oleh karena itu salah satu hal yang dapat berperan adalah kurikulum PAI yang pengembangannya penting dalam menjembatani realitas keduanya guna lebih mencerahkan kehidupan masyarakat khususnya dilingkungan edukatif, yakni peserta didik.
Keenam, peserta didik dimasa yang akan datang tentunya akan menjadi masyarakat yang berciri akademik “society knowledge” yang bermodalkan kecerdasan, intelektual,dan keterampilan yang memadai, namun tak hanya itu yang perlu dijewantahkan dalam menghadapi kehidupan dimasa yang akan datang, intelektual emosional dan spiritual fundamental perlu terpadu diajarkan secara holistik dalam mata-mata pelajaran hal ini guna membekali peserta didik untuk selalu berpikir logis dan rasional[31].










BAB III
KESIMPULAN

Dari pembahasan tersebut, diperoleh keismpulan sebagai berikut:
1.        Definisi kurikulum menurut S.Nasution, yaitu sesuatu yang direncanakan sebagai pegangan guna mencapai tujuan pendidikan.  Mengenai pengembangan kurikulum, David Pratt mendefinisikan bahwa pengembangan kurikulum adalah proses atau kegiatan yang disengaja dan dipikirkan untuk menghasilkan sebuah kurikulum. Selanjutnya, Rahmat Raharjo mendefinisikan landasan pengembangan kurikulum sebagai suatu gagasan, asumsi, atau prinsip yang menjadi sandaran atau titik tolak dalam mengembangkan kurikulum.
2.        Landasan teotitis merupakan landasan yang memberikan arahan dalam pengembangan kurikulum, sedangkan landasan sosiologis pengembangan kurikulum adalah asumsi-asumsi yang berasal dari sosiologi yang dijadikan titik tolak dalam pengembangan kurikulum. Dalam pengembangan kurikulum PAI, keduanya saling terpadu dan melengkapi sehingga merupakan hal yang utama dalam penyusunan dan pengembangan kurikulum PAI.













DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Abdurrahman Saleh. 1994. Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur’an. Jakarta: Rineka Cipta

Al Baghdadi, Abdurrahman. 1996. Sistem Pendidikan Islam di Masa Khilafah Islam. Surabaya: Al-Izzah

Aziz, Abdul. 2009. Filsafat Pendidikan Islam, Sebuah Gagasan Membangun Pendidikan Islam. Yogyakarta: Teras

Darwis, Umar Ahmad.Landasan Konseptual Pengembangan Kurikulum PAI. omarbeksam.blogspot.com, diunduh tanggal 10 November 2015

Hamalik, Oemar. 2007. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya


Idi, Abdullah. 2007. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Yogyakarta: AR-Ruzz Media

Langgulung, Hasan. 2000.Asas-Asas Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Al-Husna Zikra, 2000

Mastuhu. 2004. Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional dalam Abad 21. Yogyakarta: Safiriah Insania Press

Nasution, S. 2006. Asas-Asas Kurikulum. Jakarta: Bumi Aksara

Raharjo, Rahmat. 2012. Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, Membangun Generasi Cerdas & Berkarakter Menuju Kemajuan Bangsa. Yogyakarta: Baituna Publishing

Sanjaya, Wina. 2010. Kurikulum dan Pembelajaran, Teori dan Praktek Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana, 2010

Soetopo, Hendiyat dan Wasty Soemanto. 1986.Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum, sebagai Substansi Problem Administrasi Pendidikan. Jakarta: Bina Aksara

Subandijah. 1996. Pengembangan dan Inovasi Kurikulum. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Sudjana, Nana. 1991. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah. Bandung: Sinar Baru

Taba, Hilda. 1962.Curriculum Development, Theori and Practice. New York: Harcourt, Brace & World, Inc





[1]Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, (Bandung: Sinar Baru, 1991), hlm.3.
[2]S. Nasution, Asas-Asas Kurikulum, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), hlm. 8.
[3]Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional., hlm. 3
[4]Subandijah, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), hlm.v
[5]Hilda Taba, Curriculum Development, Theori and Practice, (New York: Harcourt, Brace & World, Inc, 1962), hlm. 10.
[6]Abdul Aziz, Filsafat Pendidikan Islam, Sebuah Gagasan Membangun Pendidikan Islam, (Yogyakarta, Teras, 2009), hlm. 156.
[7]Abdurrahman Al Baghdadi, Sistem Pendidikan Islam di Masa Khilafah Islam, (Surabaya: Al-Izzah, 1996), hlm. 9.
[8]Ibid.
[9]Umar Ahmad Darwis, Landasan Konseptual Pengembangan Kurikulum PAI, diakses dari omarbeksam.blogspot.com, tanggal 10 November 2015
[10]Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Al-Husna Zikra, 2000), hlm. 337-338.
[11]http://www.slideshare.net/drex991, diakses 10 November 2013
[12] Umar Ahmad Darwis, loc. cit.
[13] Ibid.
[14]Umar Ahmad Darwis, loc. cit.
[15]Rahmat Raharjo, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, Membangun Generasi Cerdas & Berkarakter Menuju Kemajuan Bangsa, (Yogyakarta: Baituna Publishing, 2012), hlm. 27-28.
[16]Oemar Hamalik, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), hlm. 59.
[17]Peraturan Pemerintah RI, Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, (Salinan dalam pdf).
[18]Pasal 36 ayat 1,Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, hlm. 14.
[19]Rahmat Raharjo, loc. cit.
[20]Muhammad Nuh, Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah, 05.B. Salinan Lampiran Permendikbud No. 67 Tahun 2013 tentang Kurikulum SD, hlm. 6.
[22] Abdullah Idi. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, (Yogyakarta: AR-Ruzz Media, 2007), hlm. 75-76.
[23] Ibid., hlm. 77-78.
[24]Ibid.,  97-98.
[25] Ibid., hlm.  77-78.
[26]Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, Teori dan Praktek Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 55-60.
[27]Hendiyat Soetopo dan Wasty Soemanto, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum, sebagai Substansi Problem Administrasi Pendidikan, (Jakarta: Bina Aksara, 1986), hlm. 46.
[28]Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur’an, (Jakarta: Rineka Cipta, 1994),  hlm.163-164.
[29]Ibid., hlm. 164-165.
[30]Mastuhu, Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional dalam Abad 21, (Yogyakarta: Safiriah Insania Press, 2004), hlm. 105.
[31]Umar Ahmad Darwis, loc. cit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar